Pendidikan yang memerdekakan

Opini : Pendidikan yang memerdekakan

  1. Opini kritis tentang kebijakan pemerintah terhadap pendidikan kesetaraan yang belum setara:

Kebijakan pemerintah tentang pendidikan kesetaraan secara normatif bertujuan mulia, yaitu memberikan kesempatan belajar bagi warga yang terpinggirkan dari jalur pendidikan formal. Namun dalam praktiknya, pendidikan kesetaraan masih belum diperlakukan setara baik dari sisi pendanaan, pengakuan mutu, maupun perhatian kebijakan.

Program Paket A, B, dan C kerap diposisikan sebagai “pilihan kedua”, dengan dukungan anggaran yang minim, sarana prasarana terbatas, serta kesejahteraan tutor yang jauh tertinggal dibanding guru sekolah formal. Hal ini menciptakan ironi: pendidikan yang disebut kesetaraan justru berjalan dalam kondisi yang tidak setara.

Selain itu, kebijakan yang cenderung seragam dan administratif sering mengabaikan karakteristik warga belajar yang beragam—pekerja, orang dewasa, komunitas marginal—yang membutuhkan pendekatan fleksibel, kontekstual, dan berbasis kebutuhan nyata. Akibatnya, tujuan pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup warga belajar belum sepenuhnya tercapai.

Pemerintah perlu melakukan perubahan paradigma: pendidikan kesetaraan bukan sekadar pelengkap sistem formal, melainkan bagian strategis dari pembangunan sumber daya manusia. Kesetaraan harus dimaknai tidak hanya pada ijazah, tetapi pada kualitas layanan, penghargaan terhadap pendidik, dan keberlanjutan program. Tanpa itu, pendidikan kesetaraan akan terus berada di pinggiran kebijakan, jauh dari makna “setara” yang sesungguhnya.

Pemerintah kerap menyatakan komitmennya terhadap peningkatan mutu pendidik melalui Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun komitmen tersebut menjadi paradoks ketika pendidik kesetaraan di PKBM dan SKB justru dibatasi aksesnya melalui berbagai regulasi administratif. Alih-alih memperluas kesempatan, pemerintah seakan bersembunyi di balik aturan untuk membenarkan ketidakadilan kebijakan.

Pendidik kesetaraan menjalankan peran yang tidak kalah strategis dibanding guru formal: mendidik warga belajar putus sekolah, pekerja, hingga kelompok rentan. Namun realitasnya, status non-formal dijadikan alasan untuk menutup pintu PPG—mulai dari syarat NUPTK, pengakuan satuan pendidikan, hingga skema formasi yang tidak inklusif. Regulasi yang seharusnya menjadi alat perlindungan mutu justru berubah menjadi alat eksklusi.

  1. Pembatasan Hak Akses PPG bagi Pendidik Kesetaraan PKBM dan SKB

Ketika pemerintah terus menggaungkan kesetaraan pendidikan, pembatasan akses PPG bagi pendidik PKBM dan SKB menunjukkan adanya diskriminasi kebijakan. Profesionalisme pendidik tidak ditentukan oleh label lembaga formal atau non-formal, melainkan oleh kompetensi, pengalaman, dan dampak pembelajaran yang dihasilkan.

Jika pemerintah sungguh ingin meningkatkan kualitas pendidikan nasional, maka akses PPG harus dibuka secara adil dan proporsional bagi seluruh pendidik, termasuk pendidik kesetaraan. Tanpa keberpihakan nyata, regulasi hanya akan menjadi tameng birokrasi yang melanggengkan ketimpangan, dan pendidikan kesetaraan akan terus diposisikan sebagai kelas dua dalam sistem pendidikan nasional.

  1. Mengingat yang Lupa: Roh Pendidikan Nasional

Pendidikan nasional sejatinya lahir dari cita-cita luhur: mencerdaskan kehidupan bangsa dan memanusiakan manusia. Namun hari ini, kita patut bertanya—apakah roh pendidikan nasional itu masih diingat, atau justru perlahan dilupakan di tengah hiruk-pikuk regulasi, target angka, dan jargon reformasi?

Pendidikan semakin terjebak pada orientasi administratif: kelulusan, akreditasi, asesmen, dan sertifikasi. Sementara nilai-nilai dasar seperti keadilan, keberpihakan pada yang tertinggal, dan penghargaan terhadap proses belajar sering terpinggirkan. Akibatnya, pendidikan berjalan rapi di atas kertas, tetapi kering dalam makna.

Roh pendidikan nasional seharusnya hidup dalam keberpihakan kepada semua warga negara, tanpa diskriminasi jalur formal atau nonformal. Namun praktik kebijakan menunjukkan adanya hierarki tersembunyi: siapa yang dianggap “utama” dan siapa yang “pelengkap”. Pendidikan kesetaraan, komunitas belajar, dan ruang-ruang alternatif masih diperlakukan sebagai pinggiran, bukan bagian utuh dari sistem.

Ketika guru dan pendidik lebih sibuk memenuhi syarat administratif daripada mendampingi proses tumbuh peserta didik, saat itulah roh pendidikan mulai dilupakan. Pendidikan kehilangan jiwanya ketika manusia direduksi menjadi angka, dan belajar direduksi menjadi kewajiban, bukan kebutuhan.

Mengingat kembali roh pendidikan nasional berarti mengembalikan pendidikan pada tujuan hakikinya: membebaskan, memberdayakan, dan memanusiakan. Negara tidak cukup hadir sebagai pengatur, tetapi harus menjadi penjamin keadilan pendidikan. Tanpa itu, pendidikan nasional hanya akan menjadi sistem besar yang berjalan, namun kehilangan ruh yang seharusnya menghidupkannya.

Solusi Mengembalikan Roh Pendidikan Nasional

1. Perubahan Paradigma Kebijakan

Pemerintah perlu menggeser paradigma dari pendidikan yang berorientasi administrasi dan angka menuju pendidikan yang berorientasi keadilan, kebermaknaan, dan dampak sosial. Regulasi tidak cukup hanya mengatur, tetapi harus memastikan tidak ada warga belajar dan pendidik yang tersisih karena status jalur pendidikan.

Solusi konkret:

  1. Audit kebijakan pendidikan untuk mengidentifikasi regulasi diskriminatif.
  2. Menjadikan prinsip keadilan pendidikan sebagai indikator utama kebijakan, bukan pelengkap.

2. Kesetaraan Nyata antara Formal dan Nonformal

Pendidikan kesetaraan (PKBM, SKB, komunitas belajar) harus diakui setara dalam kualitas layanan, bukan sekadar setara pada ijazah.

Solusi konkret:

  1. Membuka akses PPG bagi pendidik kesetaraan secara adil dan proporsional.
  2. Menyetarakan dukungan anggaran, sarana, dan pengembangan SDM pendidik.
  3. Mengakui pengalaman mengajar di jalur nonformal sebagai kompetensi profesional.

3. Penyederhanaan Administrasi Pendidikan

Beban administratif yang berlebihan telah menjauhkan pendidik dari esensi mendidik.

Solusi konkret:

  1. Menyederhanakan laporan, akreditasi, dan pelaporan digital.
  2. Memisahkan fungsi pendampingan mutu dengan fungsi pengawasan administratif.
  3. Memberi ruang otonomi pedagogik bagi pendidik.

4. Penguatan Peran Pendidik sebagai Subjek

Guru dan pendidik harus diposisikan sebagai subjek perubahan, bukan objek kebijakan.

Solusi konkret:

  1. Melibatkan pendidik kesetaraan dalam perumusan kebijakan.
  2. Memberi perlindungan hukum dan kesejahteraan yang layak.
  3. Menyediakan pengembangan profesional berbasis kebutuhan nyata lapangan.

5. Pendidikan Berbasis Konteks dan Kemanusiaan kebutuhan nyata lapangan.

Pendidikan harus relevan dengan realitas hidup peserta didik.

Solusi konkret:

  1. Mengembangkan kurikulum kontekstual, fleksibel, dan berbasis kehidupan.
  2. Menguatkan pendidikan karakter, literasi sosial, dan kecakapan hidup.
  3. Menghargai keberagaman latar belakang usia, budaya, dan kondisi sosial.

6. Negara Hadir sebagai Penjamin, Bukan Sekadar Pengatur

Roh pendidikan akan hidup ketika negara benar-benar hadir untuk yang tertinggal.

Solusi konkret:

  1. Keberpihakan anggaran bagi wilayah dan kelompok marginal.
  2. Sistem monitoring yang menilai dampak sosial, bukan hanya kepatuhan regulasi.
  3. Kolaborasi negara–masyarakat–komunitas secara setara.

Penutup

Mengembalikan roh pendidikan nasional bukan pekerjaan teknis semata, melainkan keputusan moral dan politik. Pendidikan harus kembali pada jati dirinya: memanusiakan manusia dan mencerdaskan bangsa tanpa kecuali.

APLIKASI E_RAPORT PENDIDIKAN KESETARAAN

PENTINGNYA SATUAN PENDIDIKAN MENGELOLA NILAI RAPOR MENGGUNAKAN APLIKASI E-RAPOR UNTUK JENJANG PAKET A, B, DAN C

Berikut adalah penjelasan pentingnya satuan pendidikan wajib mengelola nilai rapor menggunakan aplikasi e-Rapor, khususnya untuk Pendidikan Kesetaraan Paket A, B, dan C, dalam bentuk uraian yang rapi dan mudah dipahami:

  1. Mendukung Standarisasi Penilaian Nasional

Penggunaan e-Rapor memastikan bahwa seluruh satuan pendidikan kesetaraan menggunakan format, mekanisme, dan indikator penilaian yang seragam sesuai regulasi KemendikDASMEN.
Hal ini mencegah perbedaan standar antar PKBM atau SKB dan menjamin bahwa nilai rapor memiliki mutu yang dapat dipercaya.

  1. Memudahkan Validasi dan Akuntabilitas

Dengan e-Rapor, seluruh data nilai terekam secara digital, terstruktur, dan dapat diverifikasi kapan saja.e-Rapor
Ini sangat membantu menghindari manipulasi nilai, kehilangan data, atau kesalahan pencatatan manual yang sering terjadi dalam pengelolaan rapor tradisional.

  1. Terintegrasi dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik)

e-Rapor untuk kesetaraan telah terintegrasi dengan Dapodik sehingga identitas peserta didik, rombel, dan struktur kurikulum otomatis tersedia.
Integrasi ini:

  1. Mengurangi input data berulang
  2. Menghindari ketidaksesuaian data
  3. Mempermudah pelaporan ke dinas pendidikan
  4. Mempermudah Proses Pelaporan dan Administrasi

Aplikasi e-Rapor secara otomatis menghasilkan:

  1. Rapor
  2. Rekap nilai
  3. Leger
  4. Dokumen pendukung administrasi pendidikan
    Hal ini sangat membantu PKBM/SKB yang biasanya memiliki sumber daya terbatas.
  5. Menjamin Transparansi dan Akses Data

Peserta didik maupun orang tua/wali dapat menerima hasil belajar yang lebih jelas dan akuntabel.
Nilai yang tersimpan secara digital dapat diakses kembali jika diperlukan untuk:

  1. Pendaftaran sekolah
  2. Penyetaraan ijazah
  3. Melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
  4. Mendukung Implementasi Kurikulum Merdeka/PJJ Kesetaraan

e-Rapor telah menyesuaikan dengan:

  1. Capaian Pembelajaran (CP)
  2. Alur Tujuan Pembelajaran (ATP)
  3. Penilaian formatif dan sumatif
    Ini memudahkan tutor dan pengelola pendidikan kesetaraan dalam mendokumentasikan perkembangan kompetensi peserta didik sesuai kurikulum terbaru.
  4. Efisiensi Waktu bagi Tutor dan Pengelola PKBM

Tutor tidak perlu lagi mengolah nilai secara manual.
Fitur otomatis seperti impor nilai, perhitungan rerata, dan penentuan predikat membuat pekerjaan penilaian lebih cepat dan minim kesalahan.

  1. Memperkuat Mutu Satuan Pendidikan

Penggunaan e-Rapor menjadi indikator penting dalam penjaminan mutu pendidikan kesetaraan.
PKBM/SKB yang mengelola rapor secara digital menunjukkan:

  1. Tata kelola yang baik
  2. Kepatuhan terhadap regulasi
  3. Kesiapan dalam audit dan akreditasi

Kesimpulan

Pengelolaan nilai rapor melalui e-Rapor bagi Paket A, B, dan C bukan hanya kewajiban administratif, melainkan kebutuhan strategis untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan kesetaraan.
Dengan e-Rapor, satuan pendidikan menjadi lebih akuntabel, efisien, transparan, dan sesuai standar nasional, sehingga hasil belajar peserta didik lebih valid dan diakui secara formal.

 

Kepada Yth.

  1. Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota Se-Indonesia
  2. Kepala Satuan Pendidikan PKBM Se Indonesia
  3. Kepada Kepala Satuan Pendidikan PKBM Se-Indonesia

 

Dapat memvasilitasi Aplikasi Raport ke satuan pendidikan untuk dapat digunakan sesuai keperluan Penginputan nilai capaian Kompetensi yang dikembangkan  oleh APIK Secara Mandiri, agar dapat digunakan oleh seluruh satuan pendidikan Nonformal Khususnya Pendidikan Kesetaraan Paket A, B dan C. PKBM dan SKB.

 

Jika Bapak/Ibu Pimpinan Satuan Pendidikan membutuhkan, Silahkan Klik Pengajuan, pada  Link Tautan yang tersediah dibawah ini:

https://forms.gle/7GZQUwamPuTwyZY47

Rapor Pendidikan Kesetaraan ini adalah Raport versi terbaru yang telah dirancang sesuai Panduan Pembelajaran dan Asesmen edisi revisi tahun 2025.

  1. Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 10 Tahun 2025 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk PAUD, dasar, dan menengah
  2. Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Standar Isi pada PAUD, dasar, dan menengah
  3. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 16 Tahun 2022, Tentang Standar Proses pendidikan PAUD sampai menengah.
  4. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Standar Penilaian untuk PAUD sampai menengah.
  5. Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025 Tentang Perubahan atas regulasi kurikulum (sebelumnya regulasi kurikulum 2024) terkait implementasi kurikulum di PAUD, SD, SMP, SMA/SMK.
  6. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 046/H/Kr/2025, Tentang Menetapkan Capaian Pembelajaran untuk seluruh jenjang (PAUD–menengah) sebagai bagian dari dasar panduan.

e-Rapor Bisa digunakan untuk Program Paket A, Paket B & Paket C.
Silahkan dipesan bagi yang membutuhkan☝️
Info Hubungi Relawan Aplikasi : +62 813-3936-0922

“Tim kami akan memproses aplikasi berdasarkan permohonan data yang diajukan. Setelah itu, tim kami akan mengirimkan aplikasi tersebut ke nomor kontak Anda melalui WhatsApp. oleh Tim APIK Puskurbud”

Sekolah Rumah (Home schooling) bagi masyarakat saat ini

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 129/2014 tentang SekolahRumah di akhir masa jabatannya. Salinan peraturan itu beredar di Internet tanpa tanggal, tapi menurut beberapa teman dikonfirmasi bahwa itu adalah keputusan resmi.

Download Permendikbud no 129/2014

 

Apa makna peraturan tentang SekolahRumah itu bagi para praktisi sekolahrumah (homeschooling)?

  1. Penegasan eksistensi sekolahrumah

Dari sisi legal, keberadaan sebuah peraturan menteri yang secara khusus membahas tentang sekolahrumah menegaskan tentang eksistensinya yang tak bisa dinafikan begitu saja. Berarti, nomenklatur atau istilah sekolahrumah sudah dikenal secara legal dan status sekolahrumah semakin jelas legalitasnya.

  1. Dialektika negara dan masyarakat

Keberadaan peraturan menteri tentang sekolahrumah merupakan wujud keterlibatan negara dalam penyelenggaraan sekolahrumah. Hal ini bisa bermakna positif jika pemerintah bisa memfasilitasi proses homeschooling dan meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Tapi hal ini juga bisa bermakna negatif jika pemerintah memiliki aspirasi yang berbeda dengan para praktisi sekolahrumah.

Ini akan menjadi tarik-menarik yang dinamis yang perlu dilihat sebagai proses sosial yang tak pernah final. Sebuah kebijakan perlu dilihat dalam konteks sosiologis untuk melayani kebutuhan pada sebuah masa tertentu. Jika kebijakan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat, maka kebijakan itu tak ada salahnya untuk
diubah.

Spirit dari dinamika ini adalah mencari titik temu antara kebutuhan individual masyarakat untuk mendapatkan pendidikan terbaik dengan kebutuhan negara untuk menjaga nilai-nilai kolektif masyarakat.

  1. kenyataan yang tak terelakkan

Keterlibatan pemerintah di dalam proses pembelajaran homeschooling adalah hal yang tak terelakkan seiring dengan perkembangan para praktisi homeschooling dan kebutuhan proses penyetaraan dengan sekolah di PKBM bagi sebagian keluarga. Di berbagai negara di dunia, aturan mengenai homeschooling sangat beragam, mulai yang sangat longgar hingga ketat, bahkan ada negara yang melarang homeschooling seperti di Jerman.

Apapun keputusan pemerintah, ini adalah bagian dari dinamika. Sambil pendidikan anak jalan terus, praktisi homeschooling yang memiliki concern bisa ikut memperjuangkan melalui cara-cara yang bisa dilakukannya.

Catatan pribadi tentang Permendiknas 129

Sebagai salah seorang praktisi homeschooling, aku punya beberapa pendapat. Pendapat ini mewakili pribadi, tidak mewakili keluarga homeschooling yang lain atau sebuah perkumpulan tertentu.

Menurutku: banyak revisi yang harus dilakukan pada peraturan menteri ini.

  1. Kerancuan pengertian & kategori sekolah rumah

Satu masalah agak mendasar dalam dunia homeschooling di Indonesia adalah pengertian homeschooling yang kurang tepat.

Sepengetahuanku, homeschooling adalah sebuah model pendidikan di mana orangtua tidak menyekolahkan anak dan memilih bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya. Lihat: podcast pengertian homeschooling dan komunitas homeschooling.

Problemnya, banyak lembaga sekolah & bimbel yang kemudian melabeli dirinya dengan sebutan homeschooling. Mereka menyebut dirinya homeschooling komunitas. Padahal, hakikatnya mereka adalah lembaga sekolah. Pada lembaga-lembaga ini, tanggung jawab utama penyelenggaraan kegiatan belajar diselenggarakan oleh lembaga (bukan orangtua), tak berbeda dengan sekolah.

Istilah yang lebih tepat untuk lembaga-lembaga semacam ini menurutku adalah sekolah-fleksi (flexi-school) yang berasal dari kata flexibel (masuk hanya beberapa hari seminggu, proses belajar lebih fleksibel dibandingkan sekolah) atau sekolah komunitas.

Diferensiasi ini penting karena akan berimplikasi pada aspek legal dan pengelolaannya.

Secara legal, homeschooling atau sekolahrumah adalah jalur pendidikan informal, sementara sekolah komunitas atau sekolah-fleksi adalah jalur pendidikan nonformal.

  1. Spirit pendidikan informal & nonformal

Pendidikan nonformal adalah pendidikan inisiatif dari masyarakat yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal (sekolah). Jalur pendidikan ini diatur oleh negara, tapi dengan intensitas yang lebih longgar dibandingkan pendidikan formal (sekolah) yang “highly-regulated”.

Sementara itu, pendidikan informal adalah inisiatif masyarakat yang biasanya lebih tidak terstruktur. Walaupun begitu, pemerintah tetap membuka peluang untuk penyetaraan hasil pendidikan informal.

  1. Fleksibilitas & kebutuhan data

Inisiatif masyarakat (jalur informal) membutuhkan fleksibilitas yang tinggi untuk beradaptasi dengan kondisi di lapangan, baik yang berkaitan dengan anak, perubahan lingkungan sosial-ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Fleksibilitas adalah kunci kekuatan sektor informal.

Oleh karena itu, spirit pengelolaan HS adalah less-regulated, minim intervensi pengaturan. Penyelenggaraan HS seharusnya tak membutuhkan persetujuan dari pemerintah sebagaimana setiap warga negara bisa bebas memilih pekerjaan. Jika dibutuhkan data, maka yang diperlukan adalah pelaporan (bukan persetujuan).

Negara berkepentingan terhadap homeschooling dalam konteks pendataan. Intinya negara butuh statistik seperti APK (Angka Partisipasi Kasar) yang mengukur jumlah anak-anak yang menempuh jenjang pendidikan tertentu.

  1. Penyederhanaan Proses Ujian Kesetaraan

Karena jalur informal relatif bebas dan tidak diatur oleh negara, mekanisme ujian penyetaraannya pun semestinya bisa disederhanakan prosedurnya. Beberapa tahun terakhir ini, persyaratan mengikuti ujian kesetaraan semakin rumit karena jalur pendidikan informal diperlakukan seperti jalur formal (sekolah). Ada syarat terdaftar di lembaga nonformal, rapor lengkap, batas usia, belum lagi biaya yang tak murah.

PKBM Harapan Bangsa lounching perdana (TKA) Kemendikdasmen Secara Mandiri

 

SIARAN PERS

PKBM Harapan Bangsa Kota Kupang Luncurkan Program Tes Kemampuan Akademik (TKA) Kemendikdasmen Secara Mandiri untuk Paket C Kelas 12 Tahun 2025

Kupang, 5 November 2025

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Harapan Bangsa Kota Kupang secara resmi melaksanakan peluncuran perdana (launching) Program Tes Kemampuan Akademik (TKA) jenjang Paket C Kelas 12 Tahun 2025, yang diselenggarakan secara mandiri di lingkungan PKBM Harapan Bangsa.

Program ini merupakan bagian dari implementasi kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Kemendikdasmen) dalam rangka meningkatkan mutu serta standarisasi capaian kompetensi peserta didik pendidikan kesetaraan.

Ketua PKBM Harapan Bangsa, [Petrus Allung, S.H], dalam sambutannya menyampaikan bahwa pelaksanaan TKA secara mandiri ini menjadi langkah penting bagi satuan pendidikan nonformal dalam membangun kemandirian dan akuntabilitas dalam proses evaluasi akademik.

“Kami bangga bisa menjadi PKBM pertama di Kota Kupang yang menyelenggarakan Tes Kemampuan Akademik Kemendikdasmen secara mandiri. Ini menunjukkan komitmen kami dalam meningkatkan kualitas layanan pendidikan kesetaraan dan menyiapkan peserta didik Paket C agar memiliki daya saing akademik yang setara dengan sekolah formal,” ujar [Petrus Allung, S.H].

Pelaksanaan TKA ini diikuti oleh seluruh peserta didik Paket C Kelas 12 Tahun Pelajaran 2025/2026, dengan materi ujian mencakup kemampuan dasar literasi, numerasi, serta pengetahuan umum sesuai standar nasional pendidikan kesetaraan.

Acara launching ini turut dihadiri oleh perwakilan Orangtua wali peserta didik, dan dipantau langsung oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, para tutor, serta masyarakat sekitar yang mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan nonformal di daerah Kota Kupang.

tahapan perencanaan, Jadwal pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan lembaga penyelenggara TKA Pendidikan Kesetaraan Kota Kupang Tahun 2025, berdasarkan SK Kepala dinas pendidikan dan kebudayaan no…klik untuk melihat selengkapnya pada tautan berikut:

https://padlet.com/kotakupangdpdfkpkbm/breakout-room/nRxeqrnZDnpLq56P-d1AGbWPrxJJozR7y

Dengan terselenggaranya TKA secara mandiri, PKBM Harapan Bangsa berharap dapat menjadi contoh bagi PKBM lain di Nusa Tenggara Timur dalam menerapkan sistem evaluasi akademik yang kredibel, transparan, dan sesuai dengan kebijakan Kemendikdasmen.

Silahkan Klik Dokumen Kegiatan Tes kemampuan Akademik PKBM Harapan Bangsa Pada Tautan berikut:

https://padlet.com/kotakupangdpdfkpkbm/breakout-room/J7pj4ogwZAXX4KMG-d1AGbWPrxJJozR7y

📞 Kontak Media:
PKBM Harapan Bangsa Kota Kupang
Alamat            : jln. Bhakti karya, Oebobo
Telepon           : [0380-8554925
Email               : [email protected]

Dengan Keterbatasan, PKBM Harapan Bangsa sukses Melaksanakan ANBK Tahun 2025

PKBM Harapan Bangsa Kota Kupang Sukses Laksanakan ANBK Tahun 2025

Kupang, 26 September 2025 –
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Harapan Bangsa Kota Kupang telah berhasil melaksanakan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) Tahun 2025 bagi peserta didik program pendidikan kesetaraan, diikuti oleh 2 Sekolah PKBM Titipan yaitu:

I. PKBM Harapan Bangsa sebagai Sekolah Induk Penyelenggara Asesmen Nasional (AN) memiliki Jenjang AN Sebagai Berikut:

Paket C (setara SMA)           : 45 Orang Cadangan 5
Paket B (setara SMP)           : 38 Orang
Paket A (setara SD)              : 8 Orang
Partisipasi                                 : 96%

II. PKBM Generasi Milenial sebagai Sekolah Menginduk pada PKBM Harapan Bangsa Asesmen Nasional (AN) memiliki Jenjang AN Sebagai Berikut:

Paket C (setara SMA)           : 4 Orang
Paket B (setara SMP)           : 11 Orang
Partisipasi                                  : 46 %

III. PKBM Brilan sebagai Sekolah Menginduk pada PKBM Harapan Bangsa Asesmen Nasional (AN) memiliki Jenjang AN Sebagai Berikut:

Paket C (setara SMA)           : 5 Orang
Paket B (setara SMP)           : 7 Orang
Paket A (setara SD)              : 2 Orang
Partisipasi                                 : 64 %

Dengan Rincian Data 3 Lembaga diatas, dapat disimpulkan bahwa PKBM Harapan Bangsa, sukses melaksanakan AN Tahun 2025, sejak Tanggal 6 Agustus s/d 26 September 2025, dengan Jumlah keseluruhan peserta yang tertampung di 1 Server Induk 1 Unit, Calien : 15 Unit dan 1 Laboratorium Komputer ( LABKOM) mampu melayani: 120 peserta dengan angka Partisipasi : 87%

Pelaksanaan ANBK berlangsung dengan tertib, lancar, dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Kegiatan ini bertujuan untuk mengukur mutu satuan pendidikan berdasarkan hasil belajar peserta didik, kualitas proses pembelajaran, serta iklim belajar di lingkungan PKBM Harapan Bangsa, PKBM Gnerasi Milenial dan PKBM Brilant

Kepala PKBM Harapan Bangsa, Petrus Allung, SH menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran pelaksanaan ANBK, termasuk para tutor, operator/Proktor, Teknisi, pengawas, serta peserta didik yang telah mengikuti asesmen dengan antusias dan penuh semangat.

Meskipun dengan Keterbatasan yang ada, “Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan mutu pendidikan kesetaraan di Kota Kupang. Melalui ANBK, kami bisa melihat capaian pembelajaran serta merancang strategi peningkatan kualitas secara berkelanjutan,” dan natinya akan diuji Kembali Lewat Program Tes Kemampuan Akademik (TKA) Pada Bulan November 2025, Khusu pada Jenjang Paket C Setara SMA Secara Nasional. ujar direktur PKBM Harapan Bangsa.

Direktur PKBM Harapan Bangsa, merasa sangat prihatin atas kebijakan-Kebijakan regulasi Pemerintah yang dipandang orientasi menuju ekspektasi susksesnya program-program unggulan pemerintah Pusat, Namun tidak disadari saking banyaknya keterbatasan sarana pendukung di satuan pendidikan. satuan pendidikan terus berupayah secara mandiri Hingga rela berutang untuk pengadaan sarana pendukung demi suksesnya Asesmen nasional dari Tahun ke tahun  hanya mensukseskan Proyek program pemerintah Pusat. Ironisnya Hingga Saat ini pemerintah Pusat Hingga Daerah masih melihat sebelah mata, terkesan tidak memperdulikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh satuan pendidikan. Direktur PKBM Harapan Bangsa memandang perlu merekomendasihkan kepada pemerintah Pusat jika sewajarnya program-program pusat perlu harus didukung dengan Alokasi anggaran khusus pelaksanaan kegiatan ANBK, dan TKA. lebih pada penambahan Server Client, Operasional dan lain-lain.

PKBM Harapan Bangsa terus berupaya menjadi lembaga pendidikan nonformal yang bermutu, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan ANBK 2025 ini menjadi salah satu indikator bahwa pendidikan kesetaraan di Kota Kupang mampu bersaing dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman.

 

di tengah hiruk pikuk keterbatasan Sarana dan prasarana dalam mensukseskan program Pemerintah Pusat di akhir tahun adalah Tes Kemampuan Akademik (TKA), PKBM Harapan Bangsa, sudah siap melayani sekitar 200 san peserta dengan Peralatan pendukung 15 Unit Clien dan 1 Unit server.

Salam PKBM

” Berkarya” 

” Berbhakti dan” 

” Peduli!.

Narahubung:
PKBM Harapan Bangsa Kota Kupang
Jl. Jln. Bhakti karya-Oebobo Kota Kupang
Telp/WA Sekretariat : 0380-8554925 / 0812 4600 7097
Email: [email protected]